“TAK ADA orang lain di dunia ini. Kita adalah ranting-ranting kecil yang berbeda dari SATU pohon yang SAMA” [ Mhardy Mohammad ]

Translate This Blog :

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 22 Desember 2009

Gadis Indah Diseberang Jalan

















Gadis indah diseberang jalan
Maafkan mataku mengintaimu
Menatapi kemana engkau pergi
Dan menikmati betapa mempesonanya
Senyumanmu itu…

Gadis indah diseberang jalan
Maafkan hatiku mengagumimu
Berandai-andai dan berangan
Seandainya dirimu dapat kumiliki
Tak terbayang betapa bahagianya…

Tapi itu hanya seandainya
Dan itu hanya sebatas angan
Kau takkan bersudi hati
Disentuh lelaki sepertiku
Aku pun hanya bisa mengangumimu
Dan mengintaimu dari jauh

Namun jika saja bumi ini,
Adalah bola yang dapat kutendang kesana-kemari
Atau seperti WC yang bebas kukencingi
Tetap akan kupertaruhkan jiwaku
Untuk sekedar melihatmu tersenyum…

Sabtu, 24 Oktober 2009

Atas Nama Naluri
Puisi-Puisi Mhardy Mohammad

Atas Nama Naluri


(Chapter I ) 
aku tak hidup dengan cara-cara malaikat
karena aku manusia...
aku takkan seperti ini kecuali jika aku bukan manusia
yang terlahir...,
dalam kondisi zaman sebobrok ini

ini zaman seribu satu cerita
cerita-cerita memilukan.., cerita-cerita memalukan..
dimana sudah lazim jika para wanita hamil sebelum nikah...,
tentang seorang ibu yang membunuh anaknya...,
atau tentang seorang ayah yang membuntingi anak perempuannya
itu sudah jadi berita rutin bukan?
kuyakin kalian sangat tahu...!

Inilah yang kalian risaukan dulu wahai malaikat
ketika Tuhan bercerita..,
bahwa Ia akan menciptakan mahkluk bernama manusia
dan itu kami, dimana kalian lalu mempertanyakan
tapi Tuhan berkata bahwa Ia lebih tahu
karena memang Ia maha tahu

tapi kami memang patut dipertanyakan
bahkan diantara kami sendiri saling mempertanyakan
dimana itu cinta ketika perang berkobar atas nama perdamaian?
dimana itu agama ketika teror menyebar atas nama jihad?
entah dimana...


(Chapter II ) 

ini adalah tahun ke-21 bagi hidupku
tahun dimana aku selalu berbalik, melihat masa lalu..
ketika aku masih bayi mungil yang memerah
dan suci dari dosa..
begitu berbeda dengan diriku saat ini...

aku telah melihat wanita telanjang
dengan mata kepala..., dengan sengaja...
bukan hanya sekali..., sudah berkali-kali
entah telah setebal apa catatan dosaku
atau jika di pundakku kalian bekerja dengan laptop
entah telah berapa gygabyte berat dosaku
dan kalian telah memvonisku sebagai pendosa
aku cukup tahu diri bahwa aku pantas masuk Neraka
tapi aku juga masih cukup percaya diri bahwa aku akan masuk Surga


(Chapter III ) 

inilah aku wahai malaikat,
atas nama naluri, aku tak seperti kalian,
aku mahkluk bernama manusia yang terkenal selalu khilaf
aku bukan kalian yang tercipta tanpa nafsu
aku bukan kalian yang tercipta tanpa naluri
tapi jangan mencela...!
karena belum tentu kalian lebih baik dari manusia
coba saja...! jika kalian tercipta dengan nafsu,
lalu kalian melihat pose-pose menantang
para pornografer itu..
dan kalian menyaksikan aksi-aksi merangsang
para pornoaktor itu..
tanpa diminta kelaminmu akan berdiri sendiri
pusingnya tanggung sendiri,
dosanya pun tanggung sendiri

tak mudah..
tak mudah ditakdirkan hidup sebagai manusia...



****************************************

Disisi Kesunyian

Tepat disisi kesunyian
Aku menatap kehidupan
Merenung sendiri . . . .
Coba menerjemahi peradaban
Dijemari ini,
Tentulah tak ada garis hidup!
Karena esok adalah . . . .
Apa yang kita perbuat hari ini



****************************************

Peradaban Jenius

Kitab-Kitab tlah berdebu
Mesjid-Mesjid tlah lapuk
Keyakinan tlah gersang
Dalam kesabaran yang usang

Inikah . . . ?
Kehidupan yang manusia banggakan itu ?
Inikah rimba yang manusia perebutkan itu ?
Perhiasan wanita ditelanjangkan,
Kemaluan wanita dipajangkan
Diumbar-umbar . . . , lalu dianggap seni
Ohh. . . ,
Sebegitu picikkah seni itu ?
Sebegitu jalangkah seni itu ?

Wahai . . . .
Inikah moral yang diundang-undangkan itu ?
Inikah modern yang diagung-agungkan itu ?
Inikah . . .
Peradaban Jenius itu ?
Ketika Kita malah berlomba-lomba
Menjadi penghuni neraka . . .


****************************************

Kita Bukan Lagi Orang Timur

Kita bukan lagi orang timur
Kita bukan lagi pribumi yang makmur
Walau kita lahir ditimur . . .
Walau kita masih ditimur . . .

Hanya karena tak mau dijuluki masih bau kencur,
Atau karena sedang bodoh atau takabur
Kita malah ikut ‘nyebur . . . .
Dengan kultur barat yang hancur
Hingga ketimuran kita luntur
Berbaur dengan peradaban yang kufur . . .

Aduhai . . .
Kita tlah menjadi orang yang tak bersyukur. . .
Kita bukan lagi orang timur
Dari anggota DPR sampai anak SD
Dari kasus korupsi sampai hilangnya ayam tetangga
Hukum tetaplah barang yang bisa diperjual-belikan
Dimana Kita slalu hanya bisa berkilah . . . ,
Dan menyanyikan lagu “Aku Hanya Manusia Biasa !”
Hingga saat amoral sudah tak dapat dibendung oleh modernisme kita
Kita hanya bisa mengimpor atau memproduksi banyak kondom
Atau bersenandung tentang;
Nasi yang tlah jadi bubur . . .


****************************************

Tak Berdaya

Hukum tidak selamanya keadilan
Pemerintah tidak selamanya perlindungan
Karena ketegasan aparat,
Dan kejujuran para hakim
Masih seperti rambut yang bisa direbonding dan dikeriting

Wahai yang Jelata . . .
Saat kau tak punya harta ‘tuk membayar Pengacara
Saat kau kalah harta ‘tuk membeli keadilan
Pasrahkanlah saja hatimu . . . .
Bersabarlah . . . .
Pengadilan memang bukan didunia ini
Kemenangan kita memang bukan di dunia ini. . .
Bertahanlah . . . .
Karena memang bukan disini
Tempat kebebasan hakiki itu
Kata orang dunia ini hanya persinggahan
Tempat Tuhan menguji ummat-Nya
Dan dunia sudah seperti inilah . . . .
Kita melewati lika-likunya
Kita hanya bisa menangis dan tertawa


****************************************

Materialisme Pendidikan


Di dadamu bersemi benih-benih hujan
Di dadamu terbias serpih-serpih sinar
Yang akan menerangi kegelapan
Dan menyirami generasi . . .

Didadaku terbersit rasa terima kasih
Yang ingin kubingkai disuatu hari
Dalam seuntai falsafah . . .
Bahwa guru itu mulia !
Dan sesosok pahlawan tanpa pamrih

Tapi . . . ,
Ternyata dunia memang sudah begitu jalang
Ternyata juga jalan sudah begitu remang
Engkau tlah ikut suram . . .

Dibalik semboyan “Pahlawan Tanpa Pamrih”
Didalam lembaga pendidikan generasi
Engkau bangun pasar materi


****************************************

Koruptor


Kau semanis tikus
Kami tak mengetahui bahwa engkau akan mencuri dibelakang kami
Dimana kami melihat engkau sedang berdiri dan berjaga seperti kucing
Kami tak tahu bahwa engkau akan lari seperti anjing
Saat terbukti ternyata engkau juga hanya bisa mengonggong

Mungkin puisi ini terlalu berlebihan
Dan terlalu menghinakan untuk para koruptor
Tapi tidaklah terlalu berlebihan
Saat kau bertanya mengapa manusia yang berakal nurani,
Dan bersandang pendidikan tinggi,
Malah bersifat binatang…

Tapi mungkin memang puisi ini terlalu berlebihan
Karena aku sendiri bukanlah siapa-siapa
Dan bukanlah apa-apa
Tapi kita juga tak akan menjadi siapa-siapa
Dan kita tak akan menjadi apa-apa
Jika kita masih berprinsip “ello-ello gua-gua!”
“Siapa kamu siapa saya”
Karena kita ini bersaudara, satu kesatuan
Akan jatuh bersama-sama
Hanya bisa bangkit bersama-sama

Kamis, 08 Oktober 2009

"Mihiro, Aku, dan Hotel X"
Puisi-Puisi Mhardy Mohammad















akhirnya kita bertemu juga disini
sebagai sepasang kekasih
bahasamu yang jepang, dan bahasaku yang pribumi
bukanlah perbedaan yang berarti
cinta tlah menyatukan kita…

malam semakin dingin
ketika sejenak kau mengajakku untuk bercerita
sebelum memadu cinta…

baiklah sayang.., akan kuceritakan sedikit tentang negara ini
disini hama korupsi masih mewabah
menjadi semacam kebiasaan, dan tradisi..
tujuh presiden yang berlalu,
tak ada yang mampu membasmi skandal itu
karena skandal itu juga sudah berjamaah
imam dan makmumnya,
sama-sama cukup berduit untuk membeli hukum
begitulah indonesia sayangku...!
mayoritas islam, namun minoritas muslim
bukan dijadikan keyakinan dan pedoman, disini islam dijadikan topeng...
mungkin kau agak kaget mendengarnya,
janganlah begitu heran,
cerita ini belum seberapa...

disini banyak orang pinggiran yang bernyanyi di metromini
di bis kota yang asap knalpotnya lebih hitam daripada arang
disini banyak manusia tergusur yang tinggal di kolong jembatan
beralas koran bekas, berbedak debu jalanan
bahkan mereka mengemis untuk sesuap nasi
yang lelaki terpaksa mencopet
yang wanita melacurkan diri
tak ada lagi harga diri…

tapi sudahlah, kita pun tak bisa berbuat apa-apa
berteriak tak didengar, berontakpun dipenjara
sebaiknya kita mulai bercinta saja
meneguk nikmatnya asmara
sebelum hotel ini diledakkan para teroris…

Minggu, 04 Oktober 2009

Lembah Duka Bumi Andalas
Puisi-Puisi Mhardy Mohammad


















Ku tak tahu cara tuk menghiburmu Saudara...
Tapi cobalah untuk tersenyum
Meski pahit..., meski getir...

Memang terlalu mengerikan musibah itu

Hingga yang tersisa tinggal mayat dan air mata...


Orang-orang terkasihmu,

Tlah terlelap dalam dekapan maut...

Dan harta bendamu,

Tlah menjadi puing reruntuhan...

Musibah dan musibah...
Bencana dan bencana...
Entah ini episode yang ke berapa

Dan entah akan ada berapa episode lagi

Yang tahu hanya Dia,
sang Sutradara kehidupan

Mungkin ini hanyalah pembersihan,
Atau seleksi alam...

Tapi ini bukanlah cara Tuhan tuk mengingatkan ummat-Nya
Karena Dia sangatlah pengasih...

Mungkin memang tiba saatnya bagi mereka untuk pergi

Seperti kita yang akan menyusul suatu hari


Ku tak tahu berapa beratnya deritamu

Ku tak tahu bagaimana remuknya jiwamu

Tapi cobalah untuk tetap tersenyum Saudara...

Jangan ada kata putus asa

Meski pahit... meski getir...

Rabu, 08 Juli 2009

Maaf, Aku Hanya Seorang Playboy !

(Dari sebuah Novel)



“Aku punya beberapa dalil untuk berpoligami, sebagai alibi yang ampuh untuk membela diri. Namun, aku bukan type lelaki yang berambisi untuk memiliki mahkluk seindah wanita minimal empat. Aku hanya lelaki yang sepertinya memang ditakdirkan untuk bertemu dengan lebih dari satu wanita. Lalu kemudian mencintainya …”

(Mhardy Mohammad)













SEBUAH MASA SEBELUM CINTA ITU TERCIPTA

********************************************

Mataku pertama kali menatapnya ketika semilir angin berhembus lembut di telingaku. Ketika dengan halus ia berbisik;

“Lihatlah gadis itu!”

Saat itu, dia tengah berjalan meniti sebuah jembatan kayu bersama seorang temannya yang berkulit coklat, semanis brownies. Ia terlihat baru, karena ia memang anak baru di sekolah ini. Seperti aku yang terlihat baru di desaku sendiri karena cukup lama kutinggalkan.

Yah, dia adik kelasku, adik kelas yang memikat dan menarik perhatian seisi sekolah. Beberapa dari temanku memperebutkannya. Namun akhirnya aku yang berhasil meraih cintanya. Aku sangat senang dan aku sangat gembira mendapatkannya yang merupakan bunga sekolah sekaligus bunga desa. Aku sangat bangga saat itu namun saat ini menyesal karena saat itu aku masih remaja ingusan yang tak tahu bagaimana memperhatikan wanita, dan tak mengerti bagaimana memperlakukan wanita. Karena jangankan menunjukkan rasa sayang, berbicara dengannya saja, mulutku seperti terkunci rapat, lidahku kelu dan akalku membeku.

Hingga akhirnya kisah indah itu terlewatkan begitu saja, menjadi kenangan indah, yang selamanya hanya bisa kukenang…







KETIKA CINTA ITU MASIH INDAH

******************************************************

“Benarkah bidadari pernah turun ke bumi ini?”

Beberapa meragukannya, namun aku adalah yang percaya ketika aku melihat gadis itu. Senyumannya yang begitu memabukkan membuatku percaya akan keindahan surga. Dan itu menjadi alasan kuat bagiku untuk jatuh cinta padanya. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya. Aku jadi tak seperti biasanya. Bagai paparazzi, aku mengikuti kemana ia pergi dan mengamati setiap gerak yang ia lakukan secara sembunyi-sembunyi (yang akhirnya ketahuan). Aku memperhatikan betapa manisnya ketika ia tersenyum, Aku memperhatikan bagaimana ia menjadi perhatian setiap orang dimana aku memperhatikannya dari sebuah tempat yang gelap. Aku memperhatikan ketika ia tertawa dengan sebaris gigi yang putih. Begitu mengagumkan…. Aku telah berubah, dan jati diriku entah sudah terletak dimana. Aku tak perduli, inilah yang harus diperjuangkan oleh setiap lelaki. Mendapat cinta dari sang wanita pujaan. Dan aku…, adalah SEORANG LELAKI!!!

* * * * *

Siang itu, udara panas berkerumun di ruang kelasku yang tak ber-AC. Aku kegerahan tapi masih tak berminat untuk keluar kelas. Aku duduk di bangku paling belakang sambil membaca buku dengan santai. Aku menikmati ideologi-ideologi yang tertulis di buku pinjaman itu, sambil mencernanya satu-persatu dan membandingkannya dengan ideologiku sendiri. aku sibuk sendiri, dan tak tertarik untuk bergabung dengan teman-temanku yang terdengar riuh diluar kelas.

Sebuah senyum mengembang di pintu kelas, diiringi detak sepatunya yang sedang melangkah ke arahku. Sejenak ia berbasa-basi, menunggu waktu yang tepat lalu mulai bercerita padaku tentang apa yang ingin ia ceritakan.

“Riady…!”, ucapnya sambil tersenyum

“Yah…, kenapa?” sahutku pendek

Baru kali ini gadis itu mendekatiku dengan begitu seriusnya.

“Ada salam dari temanku!”

“Ha..ha…!” aku tertawa dalam hati, ternyata kali ini ia berperan sebagai Mak Comblang. Mak Comblang yang berharap berhasil menjodohkan pria dingin sepertiku dengan seorang temannya. Tapi aku tertarik dan tak akan menjadi pria dingin lagi jika teman yang ia maksud itu adalah Disya. Gadis yang kuperhatikan dan kupikirkan semalaman.

“Namanya Tyka!” ucapnya dengan berbisik

Tapi karena bisiknya terlalu pelan, aku mengira bahwa temannya yang ia maksud adalah Disya.

“Siapa…?” aku ingin memperjelas sebelum dalam hati meloncat kegirangan.

“Tyka…!”

Jawabanya itu membuat hatiku yang baru lepas landas jadi kembali jatuh terungkur mencium tanah.

“Tyka…?” aku kembali ingin memperjelas untuk memastikan siapa gadis yang ia maksud.

“Yah…, Tyka!”

“Aku tak mau!”

Dia tampak kecewa,

“Aku tak terima salam cinta dari temanmu itu. Kecuali jika temanmu itu Disya!”

“Kamu suka sama Disya…?” tanyanya setengah tak percaya

“Ya iya dong!, semua lelaki normal di sekolah ini sedang mengincarnya. Dan aku adalah salah satu dari pria normal itu”

Namun menurutku jawaban itu terlalu panjang sehingga aku hanya mengucapkannya dalam hati sambil mengekspresikannya dengan anggukan di kepala.

“Sampaikan padanya ya…!” aku menitip pesan sebelum ia beranjak kembali ke kelasnya.

Dan ia pun melangkah pergi setelah berjanji untuk menyampaikan salam cintaku pada Disya. Jantungku berdebar menanti jawabannya esok hari. Aku menatap kepergiannya lalu kembali fokus dengan buku yang ada di tanganku. Namun aku tak dapat fokus lagi…

* * * * *

Esok hari yang kutunggu itu tiba, aku duduk di tempat kemarin, di waktu yang sama, berpura-pura melakukan hal yang sama, seolah sedang membaca buku, namun sebenarnya aku tengah menunggu. Menunggu sebuah jawaban…

Dan akhirnya pemiliik senyum itu pun muncul di pintu kelas. Berdiri lalu melangkah kearahku.

Tanpa basa-basi lagi, ia langsung berucap;

“Disya menerima salam cinta kamu!”

“Yang benar…?”

“iya…! Benar! Kau harus datang malam nanti, di rumahku, ia juga akan datang. Oh ya!, jangan lupa bawa buku. Karena kita akan pura-pura belajar kelompok”

Aku tlah menjadi seorang lelaki. Aku berhasil menaklukkan hati wanita. Dan kurasa aku adalah salah satu lelaki yang paling beruntung di dunia. Jangan berpikir bahwa aku tak akan datang malam ini. Karena aku Lelaki!!!

* * * * *

Dengan membawa perasaan yang tak menentu. Aku datang lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Selasa malam pukul 06.30, mataku disuguhi dengan sebuah pemandangan indah, Malam ini Disya memakai baju kaos berwarna kuning. Ia tampak sangat manis dan membuat hatiku berbunga-bunga ketika kuketahui bahwa aku telah mendapat cintanya, dan mungkin malam ini adalah peresmiannya.

Aku duduk tepat didepannya, ia memang bagai seorang putri, seperti putri malu yang sedang malu-malu kucing, sesekali ia tersipu malu. Namun berbicara soal rasa malu, rasanya akulah yang paling memalukan malam ini. ia lebih banyak bertanya daripada aku. Dan bagai sedang di-interview, malam itu tak ada deklarasi cinta seperti yang kubayangkan. Aku tak berbicara banyak. aku tak tahu akan mulai berbicara dengan kata apa, atau memulai kata dengan huruf apa. Retorikaku tenggelam hidup-hidup di kedalaman danau matanya. Sungguh dalam…, dan esok hari ini menjadi headline gosip di sekolah. “Mati Kutu”, sebuah istilah yang terdengar baru bagiku dan telah menjadi julukan untukku. Riady, mati kutu…

Aku tak bisa menerima julukan itu. Itu merendahkanku dan menjatuhkan diriku dari sisi mental. Aku ingin mengubahnya dengan membuat janji untuk bertemu dengannya lagi. Dan aku berjanji kepada diriku sendiri untuk mematahkan julukan mati kutu itu. Aku masih seorang lelaki, calon penyair hebat yang mestinya tak kehabisan kata. Tapi seperti kata orang, kesempatan tak datang dua kali. Aku tak punya kesempatan lagi. Tanpa sempat membangun komitmen hubungan, pondasi-pondasi cinta yang baru terbentuk tak berlanjut dan terbengkalai. Kebahagiaan dan kebanggaan itu tak lama aku rasakan. Sutradara kehidupan memberikan scenario yang didalamnya tak kutemukan cerita tentang kisah cinta abadi. Yang tertulis adalah kisah indah yang sementara, seperti hidup yang hanya sementara. Dan aku hanya ditakdirkan singgah sejenak di hatinya seperti hidup yang hanya sebuah persinggahan.

Sejak saat itu, cerita indahku bersamanya benar-benar tlah sampai di penghujung cerita. Dari saat-saat terakhir itu, satu yang bisa kuingat adalah ketika aku dapat duduk disampingnya. Lenganku bersentuhan rapat dengan lengannya. Sangat rapat, bahkan sedikit berdesakan. Tapi sedikitpun aku tak ada nyali ‘tuk menoleh. Sebuah kejadian yang lucu membuatnya tertawa tertahan. Dan, itulah terakhir kalinya aku melihat renyah tawanya yang indah. Dia memang gadis paling manis dan anggun yang pernah kukenal. Dan dengan meminjam sebuah judul lagu Sheila On 7. Disya adalah anugerah terindah yang pernah kumiliki..

Terakhir aku melihatnya adalah tujuh tahun lalu ketika cahaya cinta di matanya berubah menjadi sorot tatapan benci yang begitu tajam menembus jantungku. Saat itu aku tak berani menatap matanya lagi. Hingga akhirnya aku dan dia terpisah oleh takdir. Aku terluka...

* * * * *





>>> BERSAMBUNG . . .

Senin, 22 Juni 2009

Kita Bukan Lagi Orang Timur
Puisi-Puisi Mhardy Mohammad

Ini Bukan Kita

Tak bisakah kalian memotong tangan kalian sendiri ?
Bila kalian benar yang mencuri
Jika tidak bisa,
Potonglah ketamakan Kalian

Tak bisakah kalian memenjarakan diri Kalian sendiri?
Bila Kalian benar yang bersalah
Jika tidak bisa,
Dan jika juga pertanyaan ini juga terdengar gila bagi kalian,
Waraskanlah perbuatan Kalian!

Atau jika kalian masih tidak bisa atau tetap tidak mau,
Benarkah Kalian tlah berani menentang Tuhan ?
Benarkah kalian sudah tidak takut pada neraka?
Atau Kalian sedang bodoh?
Atau sedang sengaja bodoh?
Atau Kalian memang benar-benar bodoh?

Kita sebenarnya tidak seperti ini bukan ?
Yang seperti ini bukanlah Kita . . . .
Yang dibentak-bentak, yang dipaksa-paksa,
Yang harus dikerasi dulu, supaya jujur dan baik

----------------------------------------------------------------------------

Peradaban Jenius

Kitab-Kitab tlah berdebu
Mesjid-Mesjid tlah lapuk
Keyakinan tlah gersang
Dalam kesabaran yang usang

Inikah . . . ?
Kehidupan yang manusia banggakan itu ?
Inikah rimba yang manusia perebutkan itu ?
Ketika perhiasan wanita ditelanjangkan,
Ketika kemaluan wanita dipajangkan
Diumbar-umbar . . . , lalu dianggap seni
Ohh. . . ,
Sebegitu picikkah seni itu ?
Sebegitu jorokkah seni itu ?

Wahai . . . .
Inikah moral yang diundang-undangkan itu ?
Inikah modern yang diagung-agungkan itu ?
Inikah . . .
Peradaban Jenius itu ?
Ketika Kita malah berlomba-lomba
Menjadi penghuni neraka . . .

------------------------------------------------------------------------

Kita Bukan Lagi Orang Timur


Kita bukan lagi orang timur
Kita bukan lagi pribumi yang makmur
Walau kita lahir di timur . . .
Walau kita masih di timur . . .

Hanya karena tak mau dijuluki masih bau kencur,
Atau karena sedang bodoh atau takabur
Kita malah ikut ‘nyebur . . . .
Dengan kultur barat yang hancur
Hingga ketimuran kita luntur
Berbaur dengan peradaban yang kufur . . .

Aduhai . . .
Kita tlah menjadi orang yang tak bersyukur. . .
Kita bukan lagi orang timur
Dari anggota DPR sampai anak SD
Dari kasus korupsi sampai hilangnya ayam tetangga
Hukum tetaplah barang yang bisa diperjual-belikan
Dimana Kita slalu hanya bisa berkilah . . . ,
Dan menyanyikan lagu “Aku Hanya Manusia Biasa !” 3

Dan saat amoral sudah tak dapat dibendung oleh modernisme kita
Dan ketika remaja-remaja putri kita beramai-ramai hamil diluar nikah
Dan ketika virus HIV Aids menyebar bagai jamur di musim hujan,
Kita hanya bisa mengimpor dan memproduksi banyak kondom
Lalu bersenandung tentang;
Nasi yang tlah jadi bubur . . .

--------------------------------------------------------------------

Keadilan


Hukum tidak selamaya keadilan
Pemerintahan tidak selamanya perlindungan
Karena ketegasan aparat,
Dan kejujuran para hakim
Masih seperti rambut yang bisa di-bonding dan dikeriting

Wahai yang jelata . . .
Saat kau tak punya harta ‘tuk membayar pengacara
Saat kau tak cukup berharta ‘tuk menyewa pengadilan,
Atau saat kau kalah harta ‘tuk membeli keadilan
Pasrahkanlah saja hatimu . . . .
Bersabarlah . . . .
Pengadilan memang bukan didunia ini
Karena dunia mungkin sudah seperti inilah . . . .
Kita melewati lika-likunya
Hanya bisa menangisi atau menertawainya

------------------------------------------------------------------

Materialisme Pendidikan


Di dadamu bersemi benih-benih hujan
Di dadamu terbias serpih-serpih sinar
Yang akan menerangi kegelapan
Dan menyirami generasi . . .

Didadaku terbersit rasa terima kasih
Yang ingin kubingkai disuatu hari
Dalam seuntai falsafah . . .
Bahwa guru itu mulia !
Dan sesosok pahlawan tanpa pamrih

Tapi . . . ,
Ternyata dunia memang sudah begitu jalang
Ternyata jalan juga sudah begitu remang
Engkau tlah ikut suram . . .
Engkau pun tlah jadi pebisnis yang materialistis
Dibalik semboyan “Pahlawan Tanpa Pamrih”
Engkau menjual pendidikan

-----------------------------------------------------------------------

Bisik Bumi

I


Atas nama-Nya kau ledakkan
“Hancurkan . . . !” katamu, “Allahuakbar . . . !” teriakmu
Sementara disana hamba-hambaNya menangis
Tetapi semangatmu tetap menyala dan berkata:
“Rabb, kami telah hancurkan musuh-musuhMu!”

Disana tinggal puing-puing kota
Langit biru membisu . . . – heran –
“Bumi hangus . . . ” katamu, “Demi dakwah . . .” serumu
Sementara islam bukan membunuh

Bumi merunduk sedih
Punggungnya terbakar . . .
Telinganya pekak dengar ledakan
“Akankah berkepanjangan . . . ?”
Keluhnya…


II


Dibukit sana, digelap rimba sana
Engkau menggigil dikucilkan
Kedinginan dalam gerilya
Namun dengan semangat yang tak redup engkau masih berkata;
“Ini demi agama-Mu Rabb . . . !”
Lalu kau membunuh . . .
Dan menjadikan agama sebagai medan berdarah
Terus membunuh . . . merusuh . . .
“Membunuh musuh . . . !” katamu,
Sementara mereka darah dagingmu sendiri

-----------------------------------------------

Koruptor


Kau semanis tikus
Kami tak mengetahui bahwa engkau akan mencuri dibelakang kami
Dimana kami melihat engkau sedang berdiri dan berjaga seperti kucing
Dan kami tidak tahu bahwa engkau akan lari seperti anjing
Saat terbukti ternyata engkau juga hanya bisa mengonggong

Larik puisi ini mungkin terlalu berlebihan
Dan terlalu keterlaluan
Dan terlalu menghinakan untuk para koruptor
Tapi tidaklah terlalu berlebihan saat kita bertanya mengapa manusia yang berakal nurani,
Dan bersandang pendidikan tinggi,
“Kok malah bersifat binatang?”

-----------------------------------------------

Sebait Puisi Tentang Indonesia


Indonesia bukanlah apa-apa
Indonesia tak akan menjadi siapa-siapa
Jika kita masih berprinsip “ello-ello gua-gua!”
“Siapa kamu siapa saya”
Karena kita ini bersaudara, satu kesatuan!
Akan jatuh bersama-sama
Hanya akan bangkit bersama-sama

Kamis, 09 April 2009

Kisah Cinta Sang Penyair

Cinta . . .!!!

Aku adalah penyair itu, Seorang pemuda desa yang penuh dengan renungan. Kisah hidupku yang kucurahkan disini mengalir apa adanya, mengikuti arus imajiku yang kadang terbang dan tenggelam...

Senja itu, ketika matahari tlah membenamkan separuh sinarnya, rintik gerimis turun membasahi kesepian hatiku. Bunyi gemericik air yang merintik memandikan segenap jiwaku. Secarik senyuman yang kukenangkan kian meredupkan senja yang melukiskan kelabu perpisahanku dengan Nhisa, dimataku memang tak ada titik tangis, tapi kesedihan yang mengalir didadaku telah melebihi hujan yang turun sejak sore tadi.
Yah…, senja yang berlabuh dipukul lima empat puluh lima itu menjadi senja yang ke dua puluh tiga untuk perenunganku terhadap kekasihku yang tlah hilang. Bait-bait puisi indah yang bertebar di dinding kamar tak mampu menyeka perihku.
Dan lembar-lembar syair yang tertumpuk disudut kiri meja serta, di bagian meja lainnya, atau yang berserak diatas tempat tidur juga tak mampu menampung semua yang ingin aku luahkan tentang hatiku. Dan kini, disaat yang sama seperti kemarin,
perhelatan pikiran yang memenuhi benakku masih menyisakan kerutan dahi diatas mataku yang tetap menatap titik-titik hujan yang merintik diseberang jendela.

Bedug maghrib terdengar, aku baru sadar jika aku sedang berpuasa,
Kubertanya pada hatiku sendiri. Mengapa aku selalu gagal menahan gejolak jiwa untuk tak bersedih. Padahal hari ini adalah hari untuk menahan. Dan aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa aku mencoba untuk menahan apa yang tak dapat aku tahan. Tentang kejujuran perasaan, yang sampai sekarang tak dapat aku taklukkan.

Denting suara piring tetangga-tetangga yang sedang berbuka puasa samar terdengar ditelingaku. Aku beranjak ke taman belakang yang tak beratap, menengadahkan wajah keatas, berharap rintik gerimis dapat menyeka kesedihan tak berair mata diwajahku. Perlahan.., mulutku kubuka sehingga gerimis leluasa masuk mengusap dahagaku. Terasa begitu sejuk dan dingin . . . . ku biarkan selama beberapa saat...
Hingga segenap jiwaku tak lagi gerah terhadap takdir yang telah membakar hatiku.
Yang telah menghanguskan harapan-harapanku.

Awan berarak kelabu yang dulu slalu menemani langkah imajiku menelusuri jagat kini hanya bisa turut menangis berurai gerimis
.
Membasahi setiap bongkah tanah yang kupijak. Entah telah berapa lama, dan entah masih akan berapa lama jiwaku larut dalam kelamnya senja. Yang jelas, hatiku pun tak mengerti. Benakku pun tak pernah mengerti tentang satu kata sakral yang sedang kualami. Cinta . . . !!!



Sabtu, 14 Maret 2009

Going To The Next Life

Jawa Barat, 31 Januari 2008

Tak pernah ada akhir dari semua perjalanan ini. Terlihat berakhir tetapi berawal lagi dengan kehidupan yang lain. Hidup didunia diakhiri dengan kematian tetapi kemudian berawal lagi dengan kehidupan setelah kematian. Lalu kita menjalani proses menuju PUNCAK KEHIDUPAN. yang abadi dan tak akan lagi ada akhir. Dimana itulah garis finish yang kita tuju melalui kehidupan yang kita jalani sekarang.
Satu kalimat yang ingin kuingat dari akhir bulan yang bukan menjadi akhir dari bulan ini adalah bahwa; setiap detik ternyata kita semakin dekat dengan kehidupan selanjutnya
We're going to the next life !!!

Puisi Terakhir Untuk Rhany

( Chapter 1 )

Aku dapat melihat kesedihan yang berkaca di matamu
Aku dapat merasakan kabut yang meraut di wajahmu
Dan aku dapat merasakan teriakan darahmu
Saat memelukku sebagai pelukan perpisahan

Secepat mungkin kuleraikan rangkulan tanganmu
Karena aku tak ingin jiwamu membawa jiwaku pergi bersamamu
Mimpiku tlah berlabuh di kota ini...
Dan aku tetap ingin merekah disini...
Maafkan aku...

Mungkin memang pantas kau bersedih
Karena segala harapmu itu tak bisa menggugahku untuk kembali
Engkau menangis, terus menangis dan menangis
Mengiris hatiku...
Aku ingat segala pengorbananmu itu, aku salut padamu!
Tapi skali lagi maaf karena itu tak berhasil membujukku untuk menemanimu lagi
Engkau menangis, terus menangis dan menangis
Mencabik hatiku...

Aku tahu ini berat bagimu
Bahkan mungkin terlalu berat untukmu
Mencintai hati yang terlambat kau cintai
Dan tetap mencintai hati yang tak bisa menerimamu lagi

Kau terus menangis...
Seakan hidup ini hanya menangis


( Chapter 2 )

Aku belum pernah melihat cinta sedalam itu
Aku belum pernah menemukan cinta setinggi itu
Diantara wanita yang pernah menyentuh hatiku,
Kau yang paling membuat aku bimbang
Aku dapat melihat besarnya cintamu itu
Aku merasa kau yang paling mencintaiku
Tapi entah mengapa kau jadi wanita yang paling sering membohongiku
Sementara kau tahu aku bukan lelaki tanpa ego

Berkali-kali...,
Ku melebihkan Nhisa dari dirimu
Berkali-kali...,
Ku membuatmu merasa tak bisa menggantikan Nhisa
Agar kau berhenti berharap
Dan berhenti menganggapku segalanya
Berkali-kali...,
Aku menulis puisi tentang yang terakhir bersamamu.
Berkali-kali...,
Aku menulis lagu tentang yang terakhir mencintaimu.
Tapi semua itu tak lebih dari luapan rasa sesaat
Yang slalu berakhir dengan pengakuan,
Bahwa seberapa kalipun kau mendustai aku,
Seberapa kalipun aku kecewa saat kau tak bisa menjadi seperti yang aku harapkan
Keteduhanmu tetap menjadi sesuatu yang bertahta dihatiku
Tapi..., hidup harus ada keputusan
Kuputuskan bahwa ini benar-benar yang terakhir
Puisi yang terakhir untuk mengingatmu, Sayang...
Kuharap kau merelakan kebersamaanku dengan wanita yang akan aku pilih
Di suatu hari di masa depan

Ku ingin kau meninggalkan kebrengsekanku
Karena hidupmu, keanggunanmu, dan sanjungan orang-orang yang mengagumimu,
Adalah sesuatu yang begitu berharga yang membuatku merasa tak pantas memilikinya
Aku hanya pria_brengsek
Dengan segala kepalsuan dan keterbatasan yang aku miliki
Ku tak bisa menjadikanmu wanita yang memiliki kisah cinta indah


( Chapter 3 )

Kesedihan yang mengalir di matamu menjadi boomerang yang mengutuk perubahanku.
Perubahan jiwa yang dibentuk oleh masa yang aku hadapi
Masih terngiang saat-saat pertempuranmu dengan Nhisa
Saat memperebutkan tempat di hatiku
Dimana kau kalah dan terluka parah,
Dan mundur meninggalkan hatiku yang berantakan oleh pertempuran sengit kalian

Aku baru merasakan betapa berharganya dirimu
Saat kau tak akan ada disampingku lagi
Tapi sudah terlambat semuanya...
Hari ini adalah hari terakhir yang tak menyempatkanku untuk bernostalgia
Sudah terlambat semuanya...
Hari-hari indah itu takkan lagi ada
Saat aku berpacu diatas roda dimana kau memeluk hatiku dari belakang.
Aku tlah mencoba melupakan sentuhan lembut itu
Dan kecupan indah yang kau berikan saat aku lelah dan tertidur di pangkuanmu
Tapi kau masih Rhany
Yang kucintai seperti saat aku mencintainya di malam-malam STAIN

Hari ini...,
Aku akan berbohong dengan berkata selamat tinggal
Aku akan munafik dengan tak menampakkan kesedihan
Aku akan sok hebat dengan sedikitpun tak menitikkan air mata
Dan mengabaikan hatiku yang berdarah...

Selamat tinggal manis...



------------------------------------------------------------
Dermaga Tanjung Priuk, 4 April 2008

Dalam ketakberdayaan Hati, dan Keterbatasan Diri

Kamis, 12 Maret 2009

Perempuan Hilang Kemaluan (P.H.K)

wahai perempuan . . .
apa yang membuatmu menjual kehormatanmu?
wahai perempuan . . .
apa yang membuatmu menjajakan kemaluanmu?
bukankah itu titipan Tuhan untukmu?
sulit ku percaya . . .
apakah dunia memang sudah senista ini?
apakah dunia memang sudah seedan ini?
sulit ku percaya . . .
kita membangun peradaban yang bobrok
melahirkan generasi krisis iman yang sukses diatas semua kekeliruan
lalu dengan penuh congkak kita berdiri
seakan abadi kita lupa akan mati
dan menganggap Surga dan Neraka seolah-olah hanya dongeng
cerita pengantar tidur . . .

Doa diujung Malam;
"semoga sebelum kita wafat,
kita masih sempat untuk benar-benar serius menganggap-Nya Tuhan
amin . . ."