Ini Bukan Kita
Tak bisakah kalian memotong tangan kalian sendiri ?
Bila kalian benar yang mencuri
Jika tidak bisa,
Potonglah ketamakan Kalian
Tak bisakah kalian memenjarakan diri Kalian sendiri?
Bila Kalian benar yang bersalah
Jika tidak bisa,
Dan jika juga pertanyaan ini juga terdengar gila bagi kalian,
Waraskanlah perbuatan Kalian!
Atau jika kalian masih tidak bisa atau tetap tidak mau,
Benarkah Kalian tlah berani menentang Tuhan ?
Benarkah kalian sudah tidak takut pada neraka?
Atau Kalian sedang bodoh?
Atau sedang sengaja bodoh?
Atau Kalian memang benar-benar bodoh?
Kita sebenarnya tidak seperti ini bukan ?
Yang seperti ini bukanlah Kita . . . .
Yang dibentak-bentak, yang dipaksa-paksa,
Yang harus dikerasi dulu, supaya jujur dan baik
----------------------------------------------------------------------------
Peradaban Jenius
Kitab-Kitab tlah berdebu
Mesjid-Mesjid tlah lapuk
Keyakinan tlah gersang
Dalam kesabaran yang usang
Inikah . . . ?
Kehidupan yang manusia banggakan itu ?
Inikah rimba yang manusia perebutkan itu ?
Ketika perhiasan wanita ditelanjangkan,
Ketika kemaluan wanita dipajangkan
Diumbar-umbar . . . , lalu dianggap seni
Ohh. . . ,
Sebegitu picikkah seni itu ?
Sebegitu jorokkah seni itu ?
Wahai . . . .
Inikah moral yang diundang-undangkan itu ?
Inikah modern yang diagung-agungkan itu ?
Inikah . . .
Peradaban Jenius itu ?
Ketika Kita malah berlomba-lomba
Menjadi penghuni neraka . . .
------------------------------------------------------------------------
Kita Bukan Lagi Orang Timur
Kita bukan lagi orang timur
Kita bukan lagi pribumi yang makmur
Walau kita lahir di timur . . .
Walau kita masih di timur . . .
Hanya karena tak mau dijuluki masih bau kencur,
Atau karena sedang bodoh atau takabur
Kita malah ikut ‘nyebur . . . .
Dengan kultur barat yang hancur
Hingga ketimuran kita luntur
Berbaur dengan peradaban yang kufur . . .
Aduhai . . .
Kita tlah menjadi orang yang tak bersyukur. . .
Kita bukan lagi orang timur
Dari anggota DPR sampai anak SD
Dari kasus korupsi sampai hilangnya ayam tetangga
Hukum tetaplah barang yang bisa diperjual-belikan
Dimana Kita slalu hanya bisa berkilah . . . ,
Dan menyanyikan lagu “Aku Hanya Manusia Biasa !” 3
Dan saat amoral sudah tak dapat dibendung oleh modernisme kita
Dan ketika remaja-remaja putri kita beramai-ramai hamil diluar nikah
Dan ketika virus HIV Aids menyebar bagai jamur di musim hujan,
Kita hanya bisa mengimpor dan memproduksi banyak kondom
Lalu bersenandung tentang;
Nasi yang tlah jadi bubur . . .
--------------------------------------------------------------------
Keadilan
Hukum tidak selamaya keadilan
Pemerintahan tidak selamanya perlindungan
Karena ketegasan aparat,
Dan kejujuran para hakim
Masih seperti rambut yang bisa di-bonding dan dikeriting
Wahai yang jelata . . .
Saat kau tak punya harta ‘tuk membayar pengacara
Saat kau tak cukup berharta ‘tuk menyewa pengadilan,
Atau saat kau kalah harta ‘tuk membeli keadilan
Pasrahkanlah saja hatimu . . . .
Bersabarlah . . . .
Pengadilan memang bukan didunia ini
Karena dunia mungkin sudah seperti inilah . . . .
Kita melewati lika-likunya
Hanya bisa menangisi atau menertawainya
------------------------------------------------------------------
Materialisme Pendidikan
Di dadamu bersemi benih-benih hujan
Di dadamu terbias serpih-serpih sinar
Yang akan menerangi kegelapan
Dan menyirami generasi . . .
Didadaku terbersit rasa terima kasih
Yang ingin kubingkai disuatu hari
Dalam seuntai falsafah . . .
Bahwa guru itu mulia !
Dan sesosok pahlawan tanpa pamrih
Tapi . . . ,
Ternyata dunia memang sudah begitu jalang
Ternyata jalan juga sudah begitu remang
Engkau tlah ikut suram . . .
Engkau pun tlah jadi pebisnis yang materialistis
Dibalik semboyan “Pahlawan Tanpa Pamrih”
Engkau menjual pendidikan
-----------------------------------------------------------------------
Bisik Bumi
I
Atas nama-Nya kau ledakkan
“Hancurkan . . . !” katamu, “Allahuakbar . . . !” teriakmu
Sementara disana hamba-hambaNya menangis
Tetapi semangatmu tetap menyala dan berkata:
“Rabb, kami telah hancurkan musuh-musuhMu!”
Disana tinggal puing-puing kota
Langit biru membisu . . . – heran –
“Bumi hangus . . . ” katamu, “Demi dakwah . . .” serumu
Sementara islam bukan membunuh
Bumi merunduk sedih
Punggungnya terbakar . . .
Telinganya pekak dengar ledakan
“Akankah berkepanjangan . . . ?”
Keluhnya…
II
Dibukit sana, digelap rimba sana
Engkau menggigil dikucilkan
Kedinginan dalam gerilya
Namun dengan semangat yang tak redup engkau masih berkata;
“Ini demi agama-Mu Rabb . . . !”
Lalu kau membunuh . . .
Dan menjadikan agama sebagai medan berdarah
Terus membunuh . . . merusuh . . .
“Membunuh musuh . . . !” katamu,
Sementara mereka darah dagingmu sendiri
-----------------------------------------------
Koruptor
Kau semanis tikus
Kami tak mengetahui bahwa engkau akan mencuri dibelakang kami
Dimana kami melihat engkau sedang berdiri dan berjaga seperti kucing
Dan kami tidak tahu bahwa engkau akan lari seperti anjing
Saat terbukti ternyata engkau juga hanya bisa mengonggong
Larik puisi ini mungkin terlalu berlebihan
Dan terlalu keterlaluan
Dan terlalu menghinakan untuk para koruptor
Tapi tidaklah terlalu berlebihan saat kita bertanya mengapa manusia yang berakal nurani,
Dan bersandang pendidikan tinggi,
“Kok malah bersifat binatang?”
-----------------------------------------------
Sebait Puisi Tentang Indonesia
Indonesia bukanlah apa-apa
Indonesia tak akan menjadi siapa-siapa
Jika kita masih berprinsip “ello-ello gua-gua!”
“Siapa kamu siapa saya”
Karena kita ini bersaudara, satu kesatuan!
Akan jatuh bersama-sama
Hanya akan bangkit bersama-sama