“TAK ADA orang lain di dunia ini. Kita adalah ranting-ranting kecil yang berbeda dari SATU pohon yang SAMA” [ Mhardy Mohammad ]

Translate This Blog :

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sabtu, 24 Oktober 2009

Atas Nama Naluri
Puisi-Puisi Mhardy Mohammad

Atas Nama Naluri


(Chapter I ) 
aku tak hidup dengan cara-cara malaikat
karena aku manusia...
aku takkan seperti ini kecuali jika aku bukan manusia
yang terlahir...,
dalam kondisi zaman sebobrok ini

ini zaman seribu satu cerita
cerita-cerita memilukan.., cerita-cerita memalukan..
dimana sudah lazim jika para wanita hamil sebelum nikah...,
tentang seorang ibu yang membunuh anaknya...,
atau tentang seorang ayah yang membuntingi anak perempuannya
itu sudah jadi berita rutin bukan?
kuyakin kalian sangat tahu...!

Inilah yang kalian risaukan dulu wahai malaikat
ketika Tuhan bercerita..,
bahwa Ia akan menciptakan mahkluk bernama manusia
dan itu kami, dimana kalian lalu mempertanyakan
tapi Tuhan berkata bahwa Ia lebih tahu
karena memang Ia maha tahu

tapi kami memang patut dipertanyakan
bahkan diantara kami sendiri saling mempertanyakan
dimana itu cinta ketika perang berkobar atas nama perdamaian?
dimana itu agama ketika teror menyebar atas nama jihad?
entah dimana...


(Chapter II ) 

ini adalah tahun ke-21 bagi hidupku
tahun dimana aku selalu berbalik, melihat masa lalu..
ketika aku masih bayi mungil yang memerah
dan suci dari dosa..
begitu berbeda dengan diriku saat ini...

aku telah melihat wanita telanjang
dengan mata kepala..., dengan sengaja...
bukan hanya sekali..., sudah berkali-kali
entah telah setebal apa catatan dosaku
atau jika di pundakku kalian bekerja dengan laptop
entah telah berapa gygabyte berat dosaku
dan kalian telah memvonisku sebagai pendosa
aku cukup tahu diri bahwa aku pantas masuk Neraka
tapi aku juga masih cukup percaya diri bahwa aku akan masuk Surga


(Chapter III ) 

inilah aku wahai malaikat,
atas nama naluri, aku tak seperti kalian,
aku mahkluk bernama manusia yang terkenal selalu khilaf
aku bukan kalian yang tercipta tanpa nafsu
aku bukan kalian yang tercipta tanpa naluri
tapi jangan mencela...!
karena belum tentu kalian lebih baik dari manusia
coba saja...! jika kalian tercipta dengan nafsu,
lalu kalian melihat pose-pose menantang
para pornografer itu..
dan kalian menyaksikan aksi-aksi merangsang
para pornoaktor itu..
tanpa diminta kelaminmu akan berdiri sendiri
pusingnya tanggung sendiri,
dosanya pun tanggung sendiri

tak mudah..
tak mudah ditakdirkan hidup sebagai manusia...



****************************************

Disisi Kesunyian

Tepat disisi kesunyian
Aku menatap kehidupan
Merenung sendiri . . . .
Coba menerjemahi peradaban
Dijemari ini,
Tentulah tak ada garis hidup!
Karena esok adalah . . . .
Apa yang kita perbuat hari ini



****************************************

Peradaban Jenius

Kitab-Kitab tlah berdebu
Mesjid-Mesjid tlah lapuk
Keyakinan tlah gersang
Dalam kesabaran yang usang

Inikah . . . ?
Kehidupan yang manusia banggakan itu ?
Inikah rimba yang manusia perebutkan itu ?
Perhiasan wanita ditelanjangkan,
Kemaluan wanita dipajangkan
Diumbar-umbar . . . , lalu dianggap seni
Ohh. . . ,
Sebegitu picikkah seni itu ?
Sebegitu jalangkah seni itu ?

Wahai . . . .
Inikah moral yang diundang-undangkan itu ?
Inikah modern yang diagung-agungkan itu ?
Inikah . . .
Peradaban Jenius itu ?
Ketika Kita malah berlomba-lomba
Menjadi penghuni neraka . . .


****************************************

Kita Bukan Lagi Orang Timur

Kita bukan lagi orang timur
Kita bukan lagi pribumi yang makmur
Walau kita lahir ditimur . . .
Walau kita masih ditimur . . .

Hanya karena tak mau dijuluki masih bau kencur,
Atau karena sedang bodoh atau takabur
Kita malah ikut ‘nyebur . . . .
Dengan kultur barat yang hancur
Hingga ketimuran kita luntur
Berbaur dengan peradaban yang kufur . . .

Aduhai . . .
Kita tlah menjadi orang yang tak bersyukur. . .
Kita bukan lagi orang timur
Dari anggota DPR sampai anak SD
Dari kasus korupsi sampai hilangnya ayam tetangga
Hukum tetaplah barang yang bisa diperjual-belikan
Dimana Kita slalu hanya bisa berkilah . . . ,
Dan menyanyikan lagu “Aku Hanya Manusia Biasa !”
Hingga saat amoral sudah tak dapat dibendung oleh modernisme kita
Kita hanya bisa mengimpor atau memproduksi banyak kondom
Atau bersenandung tentang;
Nasi yang tlah jadi bubur . . .


****************************************

Tak Berdaya

Hukum tidak selamanya keadilan
Pemerintah tidak selamanya perlindungan
Karena ketegasan aparat,
Dan kejujuran para hakim
Masih seperti rambut yang bisa direbonding dan dikeriting

Wahai yang Jelata . . .
Saat kau tak punya harta ‘tuk membayar Pengacara
Saat kau kalah harta ‘tuk membeli keadilan
Pasrahkanlah saja hatimu . . . .
Bersabarlah . . . .
Pengadilan memang bukan didunia ini
Kemenangan kita memang bukan di dunia ini. . .
Bertahanlah . . . .
Karena memang bukan disini
Tempat kebebasan hakiki itu
Kata orang dunia ini hanya persinggahan
Tempat Tuhan menguji ummat-Nya
Dan dunia sudah seperti inilah . . . .
Kita melewati lika-likunya
Kita hanya bisa menangis dan tertawa


****************************************

Materialisme Pendidikan


Di dadamu bersemi benih-benih hujan
Di dadamu terbias serpih-serpih sinar
Yang akan menerangi kegelapan
Dan menyirami generasi . . .

Didadaku terbersit rasa terima kasih
Yang ingin kubingkai disuatu hari
Dalam seuntai falsafah . . .
Bahwa guru itu mulia !
Dan sesosok pahlawan tanpa pamrih

Tapi . . . ,
Ternyata dunia memang sudah begitu jalang
Ternyata juga jalan sudah begitu remang
Engkau tlah ikut suram . . .

Dibalik semboyan “Pahlawan Tanpa Pamrih”
Didalam lembaga pendidikan generasi
Engkau bangun pasar materi


****************************************

Koruptor


Kau semanis tikus
Kami tak mengetahui bahwa engkau akan mencuri dibelakang kami
Dimana kami melihat engkau sedang berdiri dan berjaga seperti kucing
Kami tak tahu bahwa engkau akan lari seperti anjing
Saat terbukti ternyata engkau juga hanya bisa mengonggong

Mungkin puisi ini terlalu berlebihan
Dan terlalu menghinakan untuk para koruptor
Tapi tidaklah terlalu berlebihan
Saat kau bertanya mengapa manusia yang berakal nurani,
Dan bersandang pendidikan tinggi,
Malah bersifat binatang…

Tapi mungkin memang puisi ini terlalu berlebihan
Karena aku sendiri bukanlah siapa-siapa
Dan bukanlah apa-apa
Tapi kita juga tak akan menjadi siapa-siapa
Dan kita tak akan menjadi apa-apa
Jika kita masih berprinsip “ello-ello gua-gua!”
“Siapa kamu siapa saya”
Karena kita ini bersaudara, satu kesatuan
Akan jatuh bersama-sama
Hanya bisa bangkit bersama-sama

Kamis, 08 Oktober 2009

"Mihiro, Aku, dan Hotel X"
Puisi-Puisi Mhardy Mohammad















akhirnya kita bertemu juga disini
sebagai sepasang kekasih
bahasamu yang jepang, dan bahasaku yang pribumi
bukanlah perbedaan yang berarti
cinta tlah menyatukan kita…

malam semakin dingin
ketika sejenak kau mengajakku untuk bercerita
sebelum memadu cinta…

baiklah sayang.., akan kuceritakan sedikit tentang negara ini
disini hama korupsi masih mewabah
menjadi semacam kebiasaan, dan tradisi..
tujuh presiden yang berlalu,
tak ada yang mampu membasmi skandal itu
karena skandal itu juga sudah berjamaah
imam dan makmumnya,
sama-sama cukup berduit untuk membeli hukum
begitulah indonesia sayangku...!
mayoritas islam, namun minoritas muslim
bukan dijadikan keyakinan dan pedoman, disini islam dijadikan topeng...
mungkin kau agak kaget mendengarnya,
janganlah begitu heran,
cerita ini belum seberapa...

disini banyak orang pinggiran yang bernyanyi di metromini
di bis kota yang asap knalpotnya lebih hitam daripada arang
disini banyak manusia tergusur yang tinggal di kolong jembatan
beralas koran bekas, berbedak debu jalanan
bahkan mereka mengemis untuk sesuap nasi
yang lelaki terpaksa mencopet
yang wanita melacurkan diri
tak ada lagi harga diri…

tapi sudahlah, kita pun tak bisa berbuat apa-apa
berteriak tak didengar, berontakpun dipenjara
sebaiknya kita mulai bercinta saja
meneguk nikmatnya asmara
sebelum hotel ini diledakkan para teroris…

Minggu, 04 Oktober 2009

Lembah Duka Bumi Andalas
Puisi-Puisi Mhardy Mohammad


















Ku tak tahu cara tuk menghiburmu Saudara...
Tapi cobalah untuk tersenyum
Meski pahit..., meski getir...

Memang terlalu mengerikan musibah itu

Hingga yang tersisa tinggal mayat dan air mata...


Orang-orang terkasihmu,

Tlah terlelap dalam dekapan maut...

Dan harta bendamu,

Tlah menjadi puing reruntuhan...

Musibah dan musibah...
Bencana dan bencana...
Entah ini episode yang ke berapa

Dan entah akan ada berapa episode lagi

Yang tahu hanya Dia,
sang Sutradara kehidupan

Mungkin ini hanyalah pembersihan,
Atau seleksi alam...

Tapi ini bukanlah cara Tuhan tuk mengingatkan ummat-Nya
Karena Dia sangatlah pengasih...

Mungkin memang tiba saatnya bagi mereka untuk pergi

Seperti kita yang akan menyusul suatu hari


Ku tak tahu berapa beratnya deritamu

Ku tak tahu bagaimana remuknya jiwamu

Tapi cobalah untuk tetap tersenyum Saudara...

Jangan ada kata putus asa

Meski pahit... meski getir...